PILIHAN PUISI UNTUK VISUALISASI PUISI
SUKMA LAUT
Oleh
: Aspar Paturusi
benarkah
aku menukik atau hanya mengapung
ketika
kuselami dasarmu yang paling dalam
di
tengah pukulan arus dan gelombang
kucoba
menggenggam segumpal keyakinan
namun
sekumpulan riak gelisah dan bimbang
menjadikan
aku sibuk mencari arah yang hilang
jika
memng engkau memiliki dasar
di
dasar mana aku membaringkan mautku
dan
kamilau birumu masihkah menawarkan tenteram
dasarmu yang dalam
warnamu yang biru
di
sana bermukim
lumut-lumut
rahasia
dan
celakanya, terlanjur alu hanyut oleh arusmu
sukmamu
tak henti mengalirkan arus dan gelombang
sukmamu
terguncang-guncang dalam diam dan bimbang
SANG KERIKIL
Oleh
: Aspar Paturusi
apa
lagi yang harus dilakukannya
selain
memilih sikap bijak dan tabah
betapapun
ia tetap sebutir kerikil
beradab
ia terjepit di bawah batu gunung
ia
pernah mengharap menjadi ledakan
membayangkan
batu-batu beterbangan
ini
bisa terjadi, harapnya
lantas
ia akan bebas melayang
mungkin
butirannya kian kecil
tapi
ia tak peduli
mungkin
ia bakal terlempar di halamanmu
anakmu
yang bungsu suatu ketika memungutnya
melambungkannya
lagi ke tengah belukar
sekedar
obat kesal karena tak jadi pesiar
pasti
lebih baik begitu, pikir sang kerikil
daripada
butir dan nasib kian kerdil
tenggelam
di tangan mungil kanak-kanak
masih
lebih tebebas, dibanding tertindih batu gunung
PELAUT
Oleh
: Aspar Paturusi
dalam
dera waktu dan kerontang kemarau
bisakah
cair kebekuan kerang hatimu
tangis
bayi lewat jendela menjangkau bulan
masihkah
mampu menjentik secuil rasa haru
dalam
desir air dan ceriit burung di dahan
bisakah
bangkit cerah pagi dari dekapan matahari
riuh
anak-anak di muara sungai bermain mimpi murni
mampukah
memanggil pelaut pulang ke pantai
dalam
sobekan hari dan tahun-tahun lewat
sekalipun
pandangmu seluas laut
karang di sampingmu
memecahkan dinding perah
PILIHAN PUISI UNTUK LOMBA
BACA PUISI
Lingkungan Kita Si Mulut Besar
Oleh: Wiji Thukul
Lingkungan kita si mulut besar
Dihuni lintah-lintah
Yang kenyang menghisap darah
keringat tetangga
Dan anjing-anjing yang taat
beribadah
Menyingkir para penganggur
Yang mabuk minuman murahan
Lingkungan kita si mulut besar
Raksasa yang membisu
Yang anak-anaknya terus dirampok
Dan dihibur filem-filem kartun
amerika
Perempuannya disetor
Ke mesin-mesin industri
Yang membayar murah
Lingkungan kita si mulut besar
Sakit perut dan terus berak
Mencret oli dan logam
Busa dan plastik
Dan zat-zat pewarna yang merangsang
Menggerogoti tenggorokan
bocah-bocah
Yang mengulum es
Limapuluh perak.
SAJAK MATAHARI
Oleh : W.S.
Rendra
Matahari
bangkit dari sanubariku.
Menyentuh permukaan samodra raya.
Matahari keluar dari mulutku,
menjadi pelangi di cakrawala.
Menyentuh permukaan samodra raya.
Matahari keluar dari mulutku,
menjadi pelangi di cakrawala.
Wajahmu keluar dari
jidatku,
wahai kamu, wanita miskin !
kakimu terbenam di dalam lumpur.
Kamu harapkan beras seperempat gantang,
dan di tengah sawah tuan tanah menanammu !
wahai kamu, wanita miskin !
kakimu terbenam di dalam lumpur.
Kamu harapkan beras seperempat gantang,
dan di tengah sawah tuan tanah menanammu !
Satu juta lelaki gundul
keluar dari hutan belantara,
tubuh mereka terbalut lumpur
dan kepala mereka berkilatan
memantulkan cahaya matahari.
Mata mereka menyala
tubuh mereka menjadi bara
dan mereka membakar dunia.
keluar dari hutan belantara,
tubuh mereka terbalut lumpur
dan kepala mereka berkilatan
memantulkan cahaya matahari.
Mata mereka menyala
tubuh mereka menjadi bara
dan mereka membakar dunia.
Matahari adalah cakra
jingga
yang dilepas tangan Sang Krishna.
Ia menjadi rahmat dan kutukanmu,
ya, umat manusia !
yang dilepas tangan Sang Krishna.
Ia menjadi rahmat dan kutukanmu,
ya, umat manusia !
ADA BOM DALAM DIRIKU
oleh : Aslan Abidin
akhirnya
aku harus menyesalkan diriku ada di sini,
di
sebuah negeri yang disesaki para pencuri. negeri
yang
dipimpin perempuan-perempuan persegi
empat
dan lelaki-lelaki bulat yang hatinya ada di
dubur
dan duburnya ada di hati.
aku
duduk di sebuah kafe, menghadap jendela menatap
gadis-gadis
lalu lalang dengan jins ketat. aku menghirup
secangkir
kopi sambil membayangkan kemaluan mereka
yang
empuk.
petang
dan hujan baru saja turun dalam jiwaku.
hatiku
basah tenggelam dan sudut-sudut mataku
terasa
dingin. hanya kopi dan sesuatu yang melekat
di
selangkanganku yang terasa hangat dan berdetak.
di
hadapanku tergeletak selembar Koran:
mengabarkan
kenaikan harga bbm, listrik, dan
telepon.
di negeri yang dipimpin para pencuri
tak
ada lagi harga yang murah, selain harga diri.
donat
merek asing pesananku akhirnya datang. pelayan
sintal
meletakkannya di meja sambil menyorongkan
kedua
buah dadanya yang besar. ia seperti ingin
menjejalkannya ke mulutku
“produk
asing, cara
pelayanan
dan cita-rasanya berbeda,”
aku
menghibur diriku. tapi selangkanganku terasa
panas, menggelegak, dan meledak
Tidak ada komentar:
Posting Komentar